| 4 komentar ]

Seandainya Rasulullah berkata, “Terserah…” ketika Malaikat menawarkan diri untuk membalikkan gunung untuk ditimpakan kepada masyarakat Thaif yang telah menolak, menghina dan mendzalimi Rasulullah dan para sahabatnya, mungkin tidak ada orang beriman dari kota Thaif, dan cerita selanjutnya pun akan berbeda.

Kalau Muhammad Rasulullah Saw kecewa dan marah, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dan malaikat-Nya untuk memberikan ganjaran yang setimpal –atau seberat-beratnya- kepada para penduduk yang membenci dan mencederainya, maka sejarah tentang keteladanan Muhammad tidak akan terukir indah. Sebab segala apa yang dilakukan Rasulullah, sejak dari kecil hingga besar, mulai dari diamnya, kata-katanya, duduk, berdiri dan jalannya, serta gerak-gerik sekecil apapun adalah kisah-kisah indah yang tak terpisahkan.

Misalkan masyarakat Thaif benar-benar musnah setelah ditimbun gunung atas seizin Rasulullah, dan masyarakat di kota-kota lainnya melihat apa yang terjadi di Thaif itu, mungkin mereka yang sebelumnya terpesona dengan ajaran Islam akan mundur dan lari dari Islam. Yang semula memuji akhlak Muhammad, akan mencibir dan tak lagi mau menjadi pengikutnya, menyelami dan mengamalkan ajarannya.

Muhammad memang manusia pilihan, dan pilihan Allah tidak pernah salah. Ketika Thaif menghujaninya dengan batu hingga ia terluka, bahkan malaikat yang konon tak memiliki perasaan pun bisa marah hingga menawari Muhammad untuk membalikkan sebuah gunung ke masyarakat Thaif, Muhammad menolaknya, “Mereka hanya belum tahu…” ini jawaban dari lidah yang senantiasa terperlihara indah itu.

Nabi Allah yang terkenal karena kemuliaan hati dan akhlaknya itu tak sedikitpun marah, apalagi menaruh dendam atas penolakan dan penghinaan yang diterimanya. Padahal, kalau ia mau, orang yang meludahinya bisa saja tiba-tiba tidak bisa bicara, atau putus lidahnya. Kemudian orang yang menghina mulutnya penuh borok yang tak kan pernah sembuh seumur hidup. Batu yang diarahkan ke dirinya berbalik mengenai yang si pelempar, yang menendang kakinya lumpuh, bahkan sekadar memeloti saja bisa buta.

Muhammad bisa bilang, “Ya Allah, dia mengejek saya, cabut nyawanya sekarang” maka matilah orang itu. Bisa juga Muhammad berdoa, “Ya Allah, siapapun yang menolak saya, putuskan rezekinya”, atau doa, “Orang ini tak menerima ajaran Islam, bahkan menghasut orang lain untuk menolaknya, buatlah ia miskin ya Allah”. Atau setidaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, “Terserah Engkau ya Allah akan ditimpakan musibah jenis apa mereka yang telah menghina agama-Mu…”

Tapi fasilitas itu tidak diminta oleh Muhammad, karena ia tahu masyarakat akan semakin menolak dan membencinya. Dakwah Rasulullah justru berhasil dengan kemuliaan akhlak dan tutur kata. Keindahan perilaku Muhammad berbuah manis dengan diterimanya Islam di kemudian hari.

Bedanya dengan kita, diejek teman tidak cukup balas mengejek, ditambah memukul plus sebaris sumpah, “Saya sumpahin mulutmu sobek…”. Ada teman yang mengambil makanan di meja tanpa izin, si pemilik berucap, “Yang makan makanan saya perutnya buncit seumur hidup”. Pernah juga kita mendengar, “Saya sumpahin tertabrak kereta itu orang,” dari mulut orang yang baru saja kecopetan. Ketika didzalimi, kemudian kita menangis dan meminta bantuan Allah, “Ya Allah, hukumlah seberat-beratnya orang ini…”. Cerita lain, “dia sudah menyakiti saya selama bertahun-tahun, kebahagiaan saya adalah kalau melihat dia sengsara seumur hidup…”

Maka tak heran banyak fenomena yang menjadi pelajaran berharga bagi kita, ada orang yang selama berhari-hari sebelum meninggal berteriak kepanasan lantaran mencaplok hak orang lain secara semena-mena, dan baru meninggal kemudian setelah orang bersangkutan datang dan memaafkannya. Ada anak terlahir tidak bisa bicara karena ibunya pernah menghina saudaranya, dan saudaranya pernah berucap, “Saya tidak ikhlas dihina, saya doain semua keturunan kamu nggak bisa ngomong…” dan masih banyak kejadian lainnya.

Doa orang yang didzalimi tidak ada batas, bisa langsung terijabah. Hati-hati dengan doa yang diucapkan ketika kita marah dalam keadaan terdzalimi, perselisihan yang semestinya bisa diselesaikan dalam waktu beberapa hari, bisa berkepanjangan akibat sumpah dan doa buruk dari kita. Rasulullah mencontohkan dua hal; maafkan dan doakan untuk kebaikannya. Tidak perlu merasa rugi mendoakan kebaikan untuknya, Insya Allah kita mendapatkan lebih banyak kebaikan dari yang ia terima. Semoga kita bisa meneladani beliau. (gaw)