| 0 komentar ]



Kita tidak mungkin membayangkan dunia ini dipenuhi dengan dua jenis manusiayang sama persis. Frase "dua jenis" dan "sama persis" saja sudah kedengarankontradiktif. Bagaimana ia bisa dikatakan dua jenis jika atributnya samapersis? Tidak sulit untuk kita pahami bersama bahwa Allah SWT memangmenciptakan manusia dalam jenis laki-laki dan perempuan denganperbedaan-perbedaan yang terlalu nyata untuk dibantah oleh siapa pun.Masalah dari gerakan feminisme ala Barat kurang lebih sama seperti karakterperempuan pada umumnya ; mereka seringkali terlalu sensitif dan reaktifterhadap segala sesuatu yang membedakan mereka dari lelaki.


Seolah-olah setiap pembedaan itu selalu bermakna negatif. Seolah-olah perempuan selaludirendahkan dari lelaki jika mereka dianggap berbeda dari segi apa pun darikaum Adam. Padahal, jika mau mempelajari masalah ini secara seksama, tidakmesti demikian. Masalahnya adalah pada pengambilan sudut pandang yangsalah, dan ini bisa terjadi baik pada lelaki maupun perempuan.Sensitifitas perempuan, misalnya, seringkali dianggap sebagai suatu hal yangburuk. Kaum lelaki kadang menganggap perempuan sebagai makhluk yang manja,terlalu peka, *overreacting*, dan sebagainya.


Ironisnya, kaum perempuansendiri mengikuti begitu saja pandangan sebagian kaum lelaki yang sepertiini. Oleh karena itu, kaum feminis langsung menolak mentah-mentah jikaperempuan dibilang lebih sensitif atau lebih mengutamakan perasaan daripadapikirannya. Padahal "sensitif" adalah sebuah kata yang netral, tidakberkonotasi baik maupun buruk. Artinya, selain ada penyimpangan yang dapatterjadi akibat sensitifitas yang berlebihan, ada pula sisi positif dariatribut yang satu ini.Kita sering mendengar cerita tentang seorang ibu yang baru saja selesaiber­-*jihad* melahirkan anaknya.


Berjam-jam ia berjuang melawan rasa sakityang tak terbayangkan, bahkan hingga bersimbah darah. Namun setelah bayiitu lahir, dan dilihatnyalah wajah bayi itu, kemudian ditimang-timangnyadalam pelukan, hilanglah rasa sakit itu semuanya. Bukankah ini adalahproduk dari sensitifitas itu sendiri? Saking sensitif perasaannya, rasasakit yang sangat pun bisa terlupakan jika ada emosi yang lebih besar, yaitukebahagiaan menggendong anak yang lahir dari rahimnya. Meskipun darah masihterus mengalir, namun keadaan emosional bisa mengatasi kesulitan fisik padasaat itu.Kaum lelaki, yang identik dengan obyektifitas dan ketajaman akal, tidak akanmampu melakukan hal yang serupa. Kemampuannya mengurusi dua hal sekaligusakan membuatnya sangat tersiksa saat melahirkan (andaikan memang lelaki bisamelahirkan). Sakit iya, bahagia pun iya.


Akhirnya ia hanya bisa tersenyumsanggil meringis-ringis, karena rasa sakitnya tidak sirna meskipun hatinyabahagia.Coba bayangkan seandainya ibu kita Khadijah ra. bukanlah seorang perempuanyang amat lembut dan sensitif hatinya. Ketika Rasulullah saw. menggigilketakutan setelah menerima wahyu, hati Khadijah ra.-lah yang cukup sensitifuntuk merasakan kebenaran dari wahyu tersebut. Khadijah ra.-lah yanghatinya begitu kuat melakukan pembelaan secara emosional terhadap suaminya.Ketika Rasulullah saw. merasa ragu dan ngeri, dengarkanlah pembelaanemosional sang istri terhadapnya :*"Tidak! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, karenaengkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut menanggung beban orang lain,memberi makan orang yang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yangmenegakkan kebenaran!"*Dalam cerita-cerita kepahlawanan *mujahidin *Palestina yang *syahid* melawankaum Zionis, kita temukan kaum ibu yang mencetak para pahlawan dari rumahnyasendiri. Hatinya yang sensitif memang mampu merasakan takut, namunsensitifitas itu pula yang menyebabkan mereka begitu kuat berpihak padakebenaran.


Perasaan itulah yang memberi mereka kekuatan melepasanak-anaknya untuk pergi bertempur dan siap untuk menerima mereka kembalidalam keadaan sudah menjadi *syuhada*. Meskipun kelak menangis-nangis jugamelihat anaknya *syahid*, namun di sana juga ada rasa bangga yang membuncahtinggi yang dengan segera akan mengobati sakit karena kehilangan.Perempuanlah yang paling mampu bersabar dengan janji Allah SWT pada orangtua yang mengirimkan anak-anaknya ke surga dengan predikat *syuhada*.***Pilih Lelaki atau Perempuan?*Ketika isu homoseksualitas merebak, mulai dari 'fatwa' Siti Musdah Muliayang menghalalkan komoseksualitas hingga pada kasus Ryan dari Jombang,status jenis kelamin kembali diperdebatkan. Baik-buruknya homoseksualitaskembali mendapat sorotan, dan ini adalah sebuah kesempatan yang sangat baikbagi dakwah, jika kita mampu memanfaatkannya.Salah satu hal yang menarik dari kasus Ryan adalah terungkapnya kenyataanbahwa kaum homoseksual - terutama *gay* - memang memiliki kecenderunganlebih besar untuk melakukan kekerasan, terutama jika merasa dikhianati.


Hal ini bukan merupakan hasil kesimpulan para ulama dan psikolog belaka,melainkan juga pengakuan dari kaum homoseksual sendiri. Logikanya, karenajumlah kaum homoseksual memang sangat minoritas, maka jika pasangannyameninggalkannya, muncullah perasaan putus asa karena khawatir takkan lagimendapatkan pasangan. Penjelasan ini cukup logis dan dapat diterima. Namunteori ini belum bisa menjelaskan baik-buruknya homoseksualitas danketidakseimbangan yang dihasilkannya pada diri manusia secara personalmaupun peradaban manusia pada umumnya.Hemat saya, jenis kelamin adalah satu paket dengan atribut-atribut mentalyang mengiringinya. Jika memiliki kelamin lelaki, maka ia harus pulamemiliki atribut-atribut kelelakian, demikian pula sebaliknya. Keseimbanganakan terganggu jika atribut-atribut ini dimiliki secara setengah-setengah.Perhatikan, ketika saya mengatakan "harus memiliki", itu artinya mereka yangbelum memilikinya harus berjuang agar bisa mendidik dirinya sendiri untukmemiliki atribut-atribut tersebut.Yang terjadi pada kaum *gay* seperti Ryan adalah perilaku impulsif yang bisameledak tanpa peringatan sebelumnya karena sesuatu hal yang memancingkemarahannya. Karena salah bicara saja, ada orang sesama *gay* yanglangsung dihabisinya di tempat. Ini adalah bukti ketidaksempurnaan atributyang dimilikinya. Seorang lelaki memang tidak sesensitif perempuan, namunjika kemarahan sudah di ubun-ubun, maka penyelesaian secara fisik adalahopsi yang akan diambilnya. Payahnya, Ryan memiliki perasaan sensitifseorang perempuan sehingga membuatnya mudah terluka, dan di sisi lain jugamemiliki atribut lelaki yang mengambil opsi kekerasan fisik.


Hasilnya adalah sebagaimana yang dapat ditemukan di halaman rumahnya sendiri.Penjelasan ini, menurut saya, menunjukkan bahwa pada akhirnya kita memangharus memilih : akan menjadi lelaki atau perempuan? Kaum pembelahomoseksual selalu mengatakan bahwa para waria itu memang lahir dengan fisiklelaki namun dengan perasaan seorang perempuan, namun penjelasan ini agaknyaterlalu menyederhanakan masalah. Pada kenyataannya, para waria itu -meskipun memiliki beberapa atribut perempuan - namun sisi kelaki-lakiannyatetaplah dominan. Demi kebaikan mereka sendiri, mereka harus berjuang untukmenjadi lelaki sejati, bukannya malah berpura-pura menjadi perempuan danterus menyakiti diri sendiri. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakanagama yang sesuai dengan fitrah manusia.Kita pun harus menghentikan sikap terlalu mendramatisir masalah ini,sehingga tak perlu muncul klaim bahwa Allah SWT-lah yang telah menciptakanmereka dengan orientasi seksual yang demikian.


Klaim ini sepintaskedengaran seperti ideologi Mu'tazilah yang mengatakan bahwa karena AllahSWT tak mungkin menciptakan keburukan, maka segala yang buruk adalah ciptaanmanusia belaka. Pandangan ini sekilas kedengaran baik, namun jugamengimplikasikan bahwa di dunia ini ada hal-hal yang berada di luar kuasaAllah SWT. Padahal, Al-Qur'an pun menjelaskan bahwa Iblis pun meminta ijinAllah sebelum menggoda manusia.Di sisi lain, klaim ini seolah menutup mata terhadap hal-hal buruk lain yangdijadikan Allah SWT sebagai ujian terhadap manusia. Ada orang yang,misalnya, punya kecenderungan menyakiti orang lain dengan lisannya. AbuDzar al-Ghifari ra. adalah seorang sahabat Rasulullah saw. yangdiwanti-wanti untuk menjaga lisannya, karena ia lebih tajam daripadapedang. Ada pula yang punya kecenderungan berbohong, malas, bahkan sukamencuri (*kleptomaniac*).


Apakah mereka ini tidak wajib berjuang mendidikdirinya sendiri untuk melepaskan diri dari sifat-sifat buruk tadi? Tentuwajib! Oleh karena itu, kaum homoseksual pun memiliki kewajiban untukkembali ke jalan yang lurus. Bukankah agama adalah tuntunan bagi manusiayang ingin mendapatkan *ridha* Allah SWT?*Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah akanmenerima taubatnya. **(H.R. Muslim)** **Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla menerima taubat hamba-Nya sebelum nyawasampai di tenggorokannya.** (H.R. Muslim)*wassalaamu'alaikum wr. wb.

0 komentar

Posting Komentar